Kita
hidup bernegara, berideologi, dan berpedoman hukum yang sama. Tidakkah kita
sadari, semakin hari pola berpikir kita, pandangan kita akan suatu hal juga mulai
berubah. Kita semakin asing dengan lingkungan kita, semakin banyak menutup
diri, dan lebih bahagia bertemu orang dalam bentuk virtual.
Sejatinya
manusia adalah makhluk sosial, kita tidak bisa hidup sendiri, kita membutuhkan
orang lain untuk hidup. Namun dalam kehidupan sosial yang kita alami sekarang,
pastinya kita tidak asing lagi dengan istilah “kepo” atau semacam sebutan untuk
orang – orang yang ingin tahu akan kehidupan orang lain. Semua berubah, saat
kosa kata EyD berbaur dengan beragam istilah kekinian atau sebagian orang
bilang bahasa slank.
Istilah kepo dan istilah peduli, tidak kah kita
sadari kedua kata itu hampir mengandung makna yang sama? Coba kita kembali lagi
saat kita di awal tahun 2000 an. Dimana pada saat itu kita belum mengenal
istilah kepo dan hanya mengenal sebuah kata yaitu peduli. Pernakah dahulu
kalian menghampiri teman kalian yang terlihat sedih? atau menghibur teman
kalian yang sedang sedih? atau lagi saat kalian sedang bermain dan ada yang
terjatuh, bukankah kalian akan berhenti dan langsung menghampirinya? Sebenarnya
secara tidak langsung saat kita kanak-kanak kita sudah mengaplikasikan makna
dari kata peduli itu sendiri.
Sekarang,
istilah peduli itu semakin hari semkin luntur, yang kemudian digantikan dengan
istilah kepo. Kita bertanya dengan teman saja dianggap kita kepo dengan kehidupannya.
Saat teman terlihat murung, kita bertanya “ ada masalah kah ?” malah dibalas dengan istilah kepo. Parahnya lagi,
sekarang muncul istilah “ hidupku ya hidupku dan hidupmu ya hidupmu”. Terdengar
biasa namun makna nya sangat dalam. Lama-lama orang akan berhenti peduli ketika
kepeduliannya tidak dihargai. Sehingga setiap orang akan nyaman dengan tidak
dipedulikan. Saat orang lain di abaikan, orang yang diabaikan akan belajar
bagaimana caranya mengabaikan, terus seperti itu hingga membentuk sebuah
siklus. Dan akhirnya semua menganggap ini menjadi hal yang biasa.
Mulai
lah menyadari sekitar kita, sekarang kita memang sedang hidup di zaman yang
penuh dengan hal-hal berbau virtual dan kekinian hingga akhirnya selalu
terjebak dalam zona nyaman. Apakah kalian mau terus nyaman dengan hal virtual ?
hingga kita lupa akan caranya mengatakan hai apa kabar ? Contoh kecil saja, terkadang
kita lupa mengucapkan terimakasih setelah menerima sebuah jasa, dan kita juga
terkadang lupa caranya mengatakan sebuah permohonan maaf. Semua itu digantikan
dalam bentuk virtual, kita lebih nyaman mengucapkan semuanya dalam bentuk
pesan, stiker atau yang lainnya. Lama-lama bisa saja kita akan lupa dengan fungsinya
mulut kita untuk berbicara.
Belajarla
keluar dari zona virtual dan beralih lah ke zona sosial. Saat teman kalian
bertanya tentang kalian itu berarti dia peduli, dia ingin agar kalian tidak
merangkul sendiri masalah yang ada, mereka peduli, mereka mengerti, dan mereka
bisa memahami. Tidak buruk saat berbagi masalah dengan teman, namun saat kalian
benar-benar peduli, kalian juga harus bisa untuk setia, karena peduli tanpa
setia sama saja dengan menancapkan pedang sambil memeluk teman kita sendiri.
Belajarla
dewasa, hidup tidak hanya berotasi pada fase sekarang, karena pada fase
selanjutnya kamu akan menghadapi banyak sekali tantangan yang tidak bisa untuk
kamu selesaikan dengan sendirian. Kamu butuh pendapat orang lain dan kamu butuh
rangkulan orang lain juga. Berhentilah menganggap hanya diri kamu saja yang
bisa, kamu memang bisa namun akan lebih baik kamu juga bisa untuk membaca
situasi yang ada. Dan berhentilah merangkul sendiri kesedihan yang ada,
setidaknya bagilah kesedihan itu baik dengan teman, sahabat, atau jika kamu
masih belum bisa percaya dengan orang lain, setidaknya bagilah kesedihan itu
dengan alam. Terakhir, jangan berhenti untuk selalu berbuat baik, tidak ada
ruginya menjadi baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar